Jumat, 03 Juli 2009

PERAN “GREEN BARRIER” SEBAGAI

PARAMETER KONSEP RUMAH HEMAT ENERGI

Guruh, Putri dan Azan *)

JURUSAN ARSITEKTUR FAK.TEKNIK UNDIP

ABSTRAK

Rumah tropis yang nyaman bagi penghuninya menjadi dambaan setiap orang untuk bertempat tinggal didalamnya, baik sebagai tempat berlindung dari gangguan cuaca di luar, maupun tempat istirahat ataupun berkumpulnya suatu keluarga. Merespon permasalahan yang terjadi di masyarakat kita belakangan ini, dampak global warming secara umum dan dengan krisis energi khususnya, maka permasalahan suplai energi listrik dalam rumah tinggal menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan dalam rumah tinggal. Apalagi pemadaman lampu bergilir atau situasi byar-pet sudah sering dirasakan masyarakat belakangan ini. Disinilah peran arsitek untuk bertanggungjawab atas kesalahan disain rancangan rumah tinggal yang tidak hemat energi ini.

Opini masyarakat terhadap rumah hemat energi, sering dikatakan suatu wacana atau khayalan arsitek yang sulit didapatkan dan diterapkan dalam aplikasi disainnya. Bahkan statement yang mengatakan bahwa green design suatu produk yang harus berani tombok dulu di langkah awal pembangunan rumah hemat energi ini. Menghadirkan kembali element lansekap yang ada disekitar kita, merupakan salah satu solusi yang didapatkan dalam akhir pembahasan ini untuk menciptakan disain rumah hemat energi. Berbagai referensi terkait dengan konsep rumah hemat energi dijadikan State of the art, dan ternyata kehadiran unsur lansekap yang tepat dalam pilihan dan penempatannya pada halaman rumah merupakan salah satu pertimbangan dalam menciptakan rumah hemat energi, baik karena fungsi lansekap selain sebagai unsur softmaterial (aspek estetika, penyaring CO2, penyaring kebisingan dan polusi udara), tapi yang terpenting adalah berfungsi sebagai ‘barrier’ untuk mematahkan masuknya sinar matahari yang masuk langsung kedalam bangunan. Tingginya sinar yang masuk berakibat pada peningkatan ambience ruang interior dan berdampak pada usaha penghuni untuk mendinginkan ruangan secara mekanik, yaitu penggunaan alat penyejuk ruangan (Air Conditioner). Pakar Arsitektur Science kita, mengatakan bahwa 40% konsumsi energi listrik dalam rumah tinggal sekarang ini adalah beban dari pemakaian AC, untuk itu usaha yang ramah lingkungan adalah bagaimana menciptakan ruangan yang nyaman tanpa ketergantungan dengan alat ini.

Lewat pengumpulan data di lapangan dan analisa pemodelan desain grafis via program sketc-up, kami perlukan untuk mengkaji besaran efisiensi energi yang disebabkan respon green barrier terhadap besar dan kecilnya cahaya/sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan. Dan akhirnya kami dapat merekomendasikan bahwa penggunaan dan kehadiran unsur lansekap yang berfungsi sebagai barrier/pematah sinar matahari merupakan salah satu pendukung pengembangan konsep rumah hemat energi.

*) Putri Pramudya Wardhani, Guruh Dirgantoro, Azan Subhie : mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik, Jl. Prof. Sudharto, Kampus Undip tembalang Universitas Diponegoro Semarang HP :085691194976 Email : pramudya_archi@yahoo

.

I. PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Bumi semakin panas. Istilah ini sering kita dengar dan kita kenal sebagai pemanasan global (Global Warming). Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan di Indonesia adalah satu satu contoh dari sekian banyak aktifitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Jika kita pahami suhu bumi rata – rata kita dewasa ini bertambah 0,5 oC dibanding dengan suhu bumi seabad silam. Hal ini disebabkan kecenderungan produksi dan pengeluaran gas CO2–yang semakin meningkat. Bila hal ini diteruskan, perubahan temperatur akan membawa dampak negatif bagi manusia itu sendiri [Tjahjadi, 1997]

Selain itu, hal yang ditakutkan manusia dari dampak pemanasan global yaitu dapat meningkatkan radiasi matahari yang sangat berbahaya bagi manusia. Jika hal ini tidak diatasi, maka radiasi matahari akan merugikan manusia. Hal yang paling sederhana yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasi pemanasan global adalah melalui penciptaan lingkungan binaan yang kaya akan tanaman. Sudah banyak dilakukan penghijauan untuk mengurangi dampak pemanasan global saat ini. Para pengembang perumahan pun banyak yang menjanjikan lingkungan hijau yang asri untuk meningkatkan kenyamanan. Namun yang terjadi dalam kenyataannya, sering kali penanaman pohon justru tidak berpengaruh dalam kenyamanan masyarakat didalam ruang tinggalnya. Penanaman pohon peneduh rumah sering kali tidak efektif dan hanya mementingkan segi estetis saja, sehingga tidak jarang justru rasa nyaman ketika berada dalam rumah tidak tercapai. Solusi ‘sistem pencahayaan hijau’ menjadi jawabannya atas permasalahan ini dengan mendudukan fungsi lebih dari keberadaan sebuah tanaman di lingkungan rumah kita [ Prianto, 2007]

Akibatnya, banyak rumah tinggal yang masih menggunakan barang – barang yang juga merupakan penyumbang gas penyebab global warming. Karena peletakkan pohon peneduh yang tidak efisien, sinar matahari dapat masuk kedalam rumah yang menyebabkan peningkatan suhu didalam rumah. Antisipasi dengan mendinginkan udara ruangan secara mekanik, belakangan ini menjadi familier dan meningkat bahkan menjadi ‘trend’ kehidupan suatu rumah tinggal.Penggunaan Air Conditioner, ternyata menjadi salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan konsumsi energi listrik dalam rumah tinggal. Eddy Prianto dalam kesempatan Seminar tentang Home Disign Going Green tahun 2007, mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa 40% konsumsi enegi listrik dalam rumah tinggal dapat ditekan dengan mengoptimalkan secara effesien pemakaian alat ini.

Disatu sisi sebagian masyarakat kita menganggap bahwa konsep pengembangan disain rumah atau bangunan gedung hemat energi masih dirasakan sebagai wacana belaka ataupun hasil kajian yang belum sepenuhnya dapat menyentuh segala lapisan, terkait dengan produk disaian arsitektur rumah tinggal [Kiki et al, 2007]. Gerakan hemat energi, sebatas himbauan dan belum pada taraf merasa dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk itulah kiranya perlu adanya produk standarisasi tentang konsep rumah hemat energi ini.

Mengamati hal-hal tersebut diatas, penulis merasa perlu menindaklanjuti suatu penelitian yang lebih kreatif dan inovatif terkait kehadiran unsur lansekap, disamping pengamatan serupa terkait dengan element envelope telah dikaji pula [Gian, 2008], yang diharapkan secara khusus dalam penelitian ini adalah usaha optimal dalam mengurangi masuknya sinar matahari yang dapat meningkatkan suhu ruangan. Dan pada tahap ini, penulis membatasi pilihan jenis pohon peneduh yang dianggap paling memungkinkan berfungsi bukan hanya sebagai unsur estetika ataupun peneduh biasa, namun sebagai barrrier/penghalang/penyaring dari sisi kerapatan dedaunan dan kerimbunan cara tumbuh serta ketinggian tanaman ini. Untuk itu dipilih pohon bambu. Kajian yang dilakukan dengan model pensimulasian terhadap bentuk dan perletakan element lansekap ini pada fungsi pengahalang sinar matahari yang masuk kedalam sebuahh jendela rumah tinggal type standart (diambil rumah tipe 45), pensimulaian via program Sketsa-up sangat mungkinkan didapatkan solusi ‘pemblokiran’ sinar secara variatif dan kreatif. Berapa jarak dan tinggi ideal suatu tatanan pohon bambu dalam halaman rumah kita sehingga berfungsi sebagai peneduh/penghalang sinar matahari yang tidak diharapkan masuk dalam ruangan hunian rumah tinggal, menjadi tujuan dari pensimulaian ini.

Hasil penelitian kecil ini, diharapkan dapat menjadikan masukan pada salah satu aspek pertimbangan penentuan standarisasi rumah hemat energi dari aspek lansekapnya.

I.2. LINGKUP PENULISAN

Untuk lebih mengarahkan dan memperjelas permasalahan yang akan dibahas, penulis merasa perlu membatasi penelitian masalah pada 3 (tiga) kata kunci : Bambu, Daerah Bayangan, Hemat Energi :

1. Pemilihan Bambu sebagai fungsi estetis ataupun sedang menjadi trend pilihan tanaman saat ini, juga fungsinya sebagai penahan/ barrier dari sinar matahari karena bentuknya yang pipih dan kerimbunan dedaunannya.

2. Daerah Bayangan yang tercipta secara maksimal dalam ruangan interior rumah tinggal menjadi tolok ukur dari konstribusi kehadiran element lansekap dalam usaha memblokir pancaran sinar matahari yang masuk kedalam sebuah jendela dalam suatu rumah tinggal.

3. Hemat Energi yang dimaksud adalah, pendekatan secara kualitatif dari fungsi daerah bayangan dalam usaha mereduksi pemakaian Air Conditioner yang dianggap tidak tepat guna, dimana telah disepakati bahwa AC menyebabkan pemborosan energi listrik karena ketidak pekaan menghadirkan unsur alami.

1.3. TUJUAN PENULISAN

Penulisan yang didasarkan pada penelitian secara diskritif dan kajian simulasi komputer ini, lebih menekankan pada fungsi tanaman bambu dalam menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam ruangan dalam usaha menunjukan konstribusi riil akan tinggi dan jarak pohon bambu tersebut dalam pengembangan konsep rumah hemat energi yang diharapkan menjadi element pertimbangan penstandarisasian hunian hemat energi dari aspek lansekapnya.

II. LANDASAN TEORITIS

II.1. PEMBAYANGAN MATAHARI

Pembayangan sinar matahari adalah cara yang efisien untuk mengurangi beban panas. Pembayangan sinar matahari merupakan usaha pengkondisian kenyamanan thermal dengan menyeleksi sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan dengan menggunakan sun shadding ( pembayangan matahari ). [ Diktat ITB,2000]. Sehingga dengan kondisi daerah bayangan yang optimal ini diharapkan dapat menciptakan kenyamanan didalamnya.

Hal – hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pembayangan menurut Lipps Meier dalam bukunya Bangunan Tropis adalah [Meier, 1994] :

- Sinar langsung yang membawa panas harus dibayangi.

- Sinar diffuse / tidak langsung/reflesi/terang langit ( yang tidak menyilaukan ) bila masuk kedalam bangunan untuk kebutuhan penerangan alami.

- Perlu mempelajari Sudut Bayangan Horizontal dan Sudut Bayangan Vertikal.

- Matahari terbit dari Timur, tenggelam di Barat hanya pada tanggal 21 September dan 21 Maret (panjang siang = panjang malam ).

- Waktu penyinaran matahari

o Waktu dimana matahari mencapai titik terjauh disebelah selatan khatulistiwa 21 Desember

o Waktu dimana matahari mencapai titik terjauh di sebelah Utara Kahtulistiwa 21 Juni

o Waktu matahari mencapai titik kulminasi

o Waktu matahari mulai memancarkan radiasinya dianggap sudah panas mulai jam 09.00 pagi

o Waktu matahari telah mengumpulkan radiasi terbanyak selama sehari (15.00 sore).

a

b

- Gambar 01: a) Sketsa diagram letak matahari, b) Contoh visualisasi bangunan yang terkena pembayangan sinar matahari

Sudut pembayangan sendiri berbeda – beda setiap saat, tergantung pada posisi matahari. Oleh sebab itu, ada tiga macam pembayangan, yaitu

1. pembayangan vertikal

2. pembayangan horizontal

3. kombinasi pembayangn vertikal dan horizontal

Sistem pembayang dimaksudkan untuk menyelesaikan problematika supaya dapat menangkal sinar matahari sekaligus dapat memanfaatkan cahaya alami sebesar – besarnya. Sistem pembayangan dapat ditentukan dengan penentuan letak matahari dan penggambaran grafis.

Tujuan utama mengetahui sudut bayangan horizontal dan bayangan vertikal adalah untuk memeriksa apakah pelindung matahari yang telah direncanakan telah menjamin cukupnya bayangan atau pelindung matahari mana yang diperlukan untuk suatu periode perlindungan tertentu.

II.2. CARA MENGHINDARI EFFEK PANTULAN

Intensitas cahaya matahari dan pantulan cahaya matahari yang terlalu kuat merupakan gejala dari iklim tropis. Cahaya yang terlalu kuat juga kontras yang terlalu besar dalam nilai keterangan pada umumnya dirasakan tidak menyenangkan.

Penghijauan lingkungan adalah cara efektif untuk mengatasi kesilauan ini. Dengan tumbuhan rendah dan rerumputan,kesilauan tanah dari bawah dapat dihindarkan. Begitu juga kesilauan dari atas dapat dicegah dengan pohon – pohon yang tinggi, sehingga dapat menghalangi sinar matahari masuk ruangan.

Didaerah tropis basah, sebagian radiasi panas matahari diserap oleh awan, tetapi cahaya menjadi lebih kuat dengan adanya pembiasan pada butir – butir air. Efek silau yang dihasilkan sering kali tidak dihiraukan. Pinti dan jendela untuk sirkulasi ruangan, harus dibuat sebesar mungkin tetapi harus terlindung dari cahaya – cahaya yang menyilaukan.

II.3. KARATERISTIK BAMBU SEBAGAI POHON PENEDUH

Bambu (Buluh, aur, eru) adalah tanaman jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang berongga dan beruas-ruas, banyak sekali jenisnya dan banyak juga memberikan manfaat pada manusia. Bambu pada umumnya digunakan sebagai konstruksi bangunan seperti penyangga tiang karena kekuatannya.

Bambu merupakan produk hasil hutan non kayu yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat umum karena pertumbuhannya ada di sekeliling kehidupan masyarakat dan memiliki multi fungsi pemanfaatan sebagai bahan makanan untuk manusia (Rebung), binatang (pucuk daun muda), kebutuhan rumah tangga dan aneka kerajinan. Bambu termasuk tanaman Bamboidae anggota sub familia rumput, memiliki keanekaragam jenis bambu di dunia sekitar 1250–1500 jenis sedangkan Indonesia memiliki hanya 10% [Wijaya et al, 2004].

a

b

Gambar 02 : a) Bambu pada umumnya tinggi dan memiliki kerindangan yang tinggi. Namun banyak pula dijumpai bambu dengan ketinggian rendah dengan kerindangan yang cukup tinggi pula yang biasa dijadikan pohon peneduh dimasyarakat. b) Penerapan tanaman bambu yang hanya berfungsi sebagai elemen estetis saja. Tidak berfungsi sebagai pembayang matahari.

Sedangkan tujuan konservasi alam sangat efektif untuk reboisasi wilayah hutan terbuka atau gundul akibat penebangan karena pertumbuhan rumpun bambu sangat cepat dan toleransinya terhadap lingkungan sangat tinggi serta memiliki kemampuan memperbaiki sumber tangkapan air sangat efektif

Keunggulan bambu antara lain untuk memperbaiki sumber tangkapan air yang sangat baik, sehingga mampu meningkatkan aliran air bawah tanah secara nyata. Selain itu bambu merupakan tanaman yang mudah ditanam, tidak membutuhkan perawatan khusus, dapat tumbuh pada semua jenis tanah (baik lahan basah/kering), tidak membutuhkan investasi besar, pertumbuhannya cepat, setelah tanaman mantap (3 – 5 tahun) dapat di panen setiap tahun tanpa merusak rumpun dan memiliki toleransi tinggi terhadap gangguan alam dan kebakaran,. Bambu juga memiliki kemampuan peredam suara yang baik dan menghasilkan banyak oksigen sehingga dapat ditanam di pusat pemukiman dan pembatas jalan raya

Untuk itu, bambu dianggap sebagai tanaman yang paling cocok untuk ditanam sebagai pohon peneduh rumah. Pertimbangan menggunakan bambu sebagai tanaman untuk penghijauan karena memiliki pertumbuhan sangat cepat, investasi kecil, tidak membutuhkan perawatan khusus, dalam usia 3 – 5 tahun telah memperoleh pertumbuhan mantap dan dapat dipanen setiap tahun.

Selain itu, kaitannya dengan masalah penyinaran dan pembayangan matahari pada bukaan dinding, pohon bambu dapat bersifat screen dan menutupi dengan kerindangan yang relative tinggi. Walaupun pohon bambu banyak kegunaannya dalam masyarakat, namun peletakkannya tidak efektif sehingga hanya bersifat sebagai elemen estetis saja (lihat gambar 3b)

III. METODOLOGI DAN DATA

III.1. METODOLOGI PENELITIAN

III.1.1. METODE PENELITIAN

Untuk menentukan metode apa yang akan digunakan dalam penelitian, berkaitan dengan penentuan pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Keputusan mengenai rancangan pendekatan yang akan digunakan berorentasi pada tujuan penelitian, sifat masalah yang akan dibahas dan berbagai alternatif pemecahan masalah yang akan digunakan.

Berkaitan dengan tujuan penelitian serta sifat masalah yang dibahas dalam karya ilmiah ini maka metode penelitian yang dilakukan penulis yaitu Penelitian Tindakan. Ditinjau dari tujuan penelitian tindakan ini yang akan digunakan untuk mengetahui cara pendekatan baru dan patokan baru untuk memecahkan masalah tinggi dan jarak efektif pohon bambu terhadap dinding bangunan, sangat sesuai dengan tujuan penelitian kasus yang penulis observasi.

III.1.2. TEKNIK PENGAMBILAN DATA

Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan pensimulasian dengan program Skecth-up pada peletakkan tanaman bambu jarak 1 meter dari dinding luar bangunan dengan membagi peletakkan bambu dalam 3 (tiga) zona dengan 4 (empat) orientasi matahari. Selain memainkan peletakkan pohon bambu, simulasi ditujukan untuk mendapatkan tinggi efektif pohon bambu serta bagaimana penempatan pohon bambu untuk menghalangi sinar matahari masuk kedalam ruangan juga merupakan bagian dari simulasi.

a

b

Gambar 03 : a) pembagian zona perletakan bambu, b) model typikal rumah type 45 yang diamati pada 4 orentasi matahari

Keterangan :

Zona A : lebar sesuai dengan lebar jendela

Zona B : lebar samping untuk mengantisipasi sinar menembus dari samping

Zona C : lebar samping untuk mengantisipasi sinar menembus dari samping

Lebar diperkirakan sekitar 1 meter sesuai dengan data sinar masuk. Lebar samping diperkirakan 0,75 meter sesuai dengan perkiraan data sinar masuk pula.

III.1.3. POPULASI DAN SAMPEL.

Populasinya berupa simulasi dari perletakan bambu pada 3 (zona) tersebut diatas, sedangkan sample penelitiannya adalah pada bukaan dinding/jendela pada rumah type 45 karena dianggap mewakili / representatif serta saat tanggal terektrims dalam setahun dari tiap orientasi matahari dimana sinar matahari menembus masuk ke dalam bangunan dalam jumlah banyak yaitu Utara pada tanggal 21 Juni, Timur pada tanggal 22 Maret, Selatan pada tanggal 22 Desember dan Barat pada tanggal 23 September.

Variable yang diberi perhatian khusus pada penelitian ini adalah salah satu ruangan pada rumah type 45 yang menggunakan bukaan standard dengan memainkan simulasi peletakkan bambu sesuai orientasi matahari dan dari jam 9 pagi hingga jam 4 sore. Data yang diambil dengan melakukan simulasi adalah dari pukul 8 pagi sampai 5 sore untuk mengetahui seberapa besar sinar matahari masuk kedalam ruangan tanpa penghalang atau pembayang matahari.

III.1.4. ANALISIS DATA

Proses menganalisis data pada karya ilmiah kali ini ditekankan pada Analisis Kuantitatif. Dalam karya ilmiah ini, analisis angka menggunakan perbandingan tertentu. Misal, lebar bukaan dinding adalah A, maka jika jarak yang dibutuhkan pohon bambu untuk mengurangi sinar matahari lebih dari lebar bukaan dinding, maka lebarnya menjadi A +B.

III.2. DATA AWAL PENYINARAN RUANG TANPA POHON

Data diambil ketika tidak ada pohon bambu sebagai pembayang untuk mengetahui seberapa besar sinar matahari masuk kedalam ruangan.

Data Awal Orientasi Barat

08.00

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

17.00

Gambar 04 : Hasil pembayangan dari simulasi effek bukaan pada orientasi barat (23 sep)

Sinar matahari masuk ke dalam ruangan mulai dari jam 14.00 – 17.00. Pada jam 08.00 sampai 13.00 matahari tidak masuk kedalam ruangan.

Data Awal Orientasi Timur

08.00

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

17.00

Gambar 05 : hasil pembayangan dari simulasi effek bukaan pada orientasi barat (22 maret)

Sinar matahari masuk ke dalam ruangan mulai dari jam 08.00 – 10.00. Pada jam 11.00 sampai 17.00 matahari tidak masuk kedalam ruangan.

Data Awal Orientasi Utara

08.00

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

17.00

Gambar 06 : Hasil pembayangan dari simulasi effek bukaan pada orientasi barat (21 juni)

Sinar matahari masuk ke dalam ruangan disetiap jam 08.00 – 17.00.

Data Awal Orientasi Selatan

08.00

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

17.00

Gambar 07 : Hasil pembayangan dari simulasi effek bukaan pada orientasi barat (22 des)

Sinar matahari masuk ke dalam ruangan mulai dari jam 08.00 – 09.00. Pada jam 10.00 sampai 14.00 sinar matahari tidak masuk kedalam ruangan. Sinar matahari kembali masuk kedalam ruangan pada pukul 15.00 – 17.00.

IV. ANALISA PEMBAHASAN

Dalam tahap ini, pensimulasiannya dilakukan berdasarkan empat orientasi matahari dengan rentang waktu setiap jam. Data dari jam 7 hingga jam 8 tidak dimasukkan dalam analisis karena sinar matahari pada jam itu masih baik untuk kesehatan [ Indarto,2008]. Data jam 17.00 tidak dimasukkan karena intensitas radiasi matahari yang rendah [Meyer,1994].

IV.1. Hasil Simulasi Orientasi Barat

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

Gambar 08 : Hasil simulasi effek pembayangan karena kehadiran tanaman bambu untuk jendela orientasi barat (22 des)

Pada data orientasi Barat, sinar matahari masuk mulai pukul 14.00 – 17.00. Orientasi Barat membutuhkan tanaman bambu yang dapat memberikan pembayangan pada saat sinar matahari menembus ke dalam ruangan. Dari hasil simulasi maka didapat tabel ketinggian pohon bambu yang efektif dengan zoning yang diperlukan sebagai berikut :

Zoning

Tinggi

Jumlah pohon

Zona A : lebar selebar jendela didapat 3 pohon dengan ketinggian 3,25 meter.

Zona B : lebar samping sampai garis samping dinding tidak butuh pohon

Zona C : lebar samping sampai garis samping dinding tidak butuh pohon

A

3,25 meter

3 pohon

B

-

-

C

-

-

IV.1.2. Hasil Simulasi Orientasi Timur

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

Gambar 09 : Hasil simulasi effek pembayangan karena kehadiran tanaman bambu untuk jendela orientasi timur

Pada data orientasi Timur, sinar matahari masuk mulai pukul 08.00 – 10.00. Orientasi Timur membutuhkan tanaman bambu yang dapat memberikan pembayangan pada pukul 09.00 – 10.00. Dari hasil simulasi maka didapat tabel ketinggian pohon bambu yang efektif dengan zoning yang diperlukan sebagai berikut :

Zoning

Tinggi

Jumlah pohon

Zona A : lebar selebar jendela didapat 3 pohon dengan ketinggian 3,25 meter.

Zona B : lebar samping sampai garis samping dinding tidak butuh pohon

Zona C : lebar samping sampai garis samping dinding tidak butuh pohon

A

3,25 meter

3 pohon

B

-

-

C

-

-

IV.1.3. Hasil Simulasi Orientasi Utara

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

Gambar 10 : Hasil simulasi effek pembayangan karena kehadiran tanaman bambu untuk jendela orientasi utara

Pada data orientasi Utara, sinar matahari masuk disetiap pukul 08.00 – 17.00. Orientasi Utara membutuhkan tanaman bambu yang dapat memberikan pembayangan disetiap jam. Untuk itu, jika fasade menghadap Utara, maka diperlukan tanaman bambu untuk memberikan pembayangan dengan ketinggian pohon bambu yang efektif dengan zoning yang diperlukan sebagai berikut :

Zoning

Tinggi

Jumlah pohon

Zona A : lebar selebar jendela didapat 3 pohon dengan ketinggian 3,25 meter.

Zona B : lebar samping sampai garis samping dinding didapat 2 pohon dengan ketinggian 3 meter

Zona C ; lebar samping sampai garis samping dinding didapat 2 pohon dengan ketinggian 3 meter

A

3,25 meter

3 pohon

B

3 meter

2 pohon

C

3 meter

2 pohon

IV.1.4.Hasil simulasi Selatan

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

Gambar 11 : Hasil simulasi effek pembayangan karena kehadiran tanaman bambu untuk jendela orientasi selatan

Pada data orientasi Selatan, sinar matahari masuk ke dalam ruangan mulai dari jam 08.00 – 09.00 kemudian pukul 15.00 – 17.00. Orientasi Selatan membutuhkan tanaman bambu yang dapat memberikan pembayangan pada pukul tersebut. Dari hasil simulasi maka didapat tabel ketinggian pohon bambu yang efektif dengan zoning yang diperlukan sebagai berikut:

Zoning

Tinggi

Jumlah pohon

Zona A : lebar selebar jendela tidak perlu pohon

Zona B : lebar samping sampai garis samping dinding didapat 1 pohon dengan ketinggian 3 meter

Zona C ; lebar samping sampai garis samping dinding didapat 1 pohon dengan ketinggian 3 meter

A

-

-

B

3 meter

1 pohon

C

3 meter

1 pohon

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V.1. KESIMPULAN

Dari hasil analisis dan pemecahan masalah, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Aspek pemilihan material bambu

o Bambu memiliki pertumbuhan sangat cepat, tidak membutuhkan perawatan khusus.

o Bambu bersifat sebagai green barrier yang efektif dan efisien karena memiliki kerindangan yang relatif tinggi, mampu dijadikan sebagai screen.

o Mudah ditemukan dalam berbagai ukuran ketinggian, sehingga mudah didapat sesuai dengan ukuran tinggi pohon peneduh yang distandardkan.

Aspek pembayangan matahari

o Orientasi bangunan mempengaruhi pembayangan matahari yang juga berarti mempengaruhi ketinggian bambu.

o Ketinggian bambu efektif untuk menghalangi masuknya sinar matahari adalah 3 meter.

o Zoning peletakkan bambu yang efektif tidak hanya berada pada bagian depan selebar bukaan dinding saja, tetapi peletakkan bambu juga dapat terletak disamping berdasarkan pembayangan yang terjadi pada orientasi matahari.

Aspek Daerah Bayangan

o Daerah orientasi fasade bangunan yang sangat membutuhkan pembayangan adalah sisi Utara. Sisi Utara membutuhkan pembayangan disetiap jam.

Aspek Hemat Energi

o sejauh ini element lansekap cenderung hanya berfungsi sebagai element estetis saja, potensi karakter tanaman sebagai sarana terciptanya pembayangan dari sinar matahari sebagai usaha mengurangi peningkatan suhu dalam ruanga hunian perlu dioptimalkan.

o Penggunaan tanaman bambu sebagai green barrier mampu menghemat energi karena tidak dibutuhkan pengkondisian udara pada ruangan, sehingga menghemat energi AC sekitar 40%.

o Penggunaan tanaman bambu sebagai barrier dapat mengoptimalkan penggunaan cahaya alami, sehingga mengurangi pemakaian lampu pada siang hari. Cahaya yang dimaksud adalah cahaya terang langit dan bukan sinar matahari yang menyebabkan suhu ruangan meningkat.

Aspek Standaridisasi

o Tinggi tanaman efektif untuk mencegah sinar matahari masuk kedalam ruangan untuk ruangan tingkat 1 adalah antara 3 - 3,25 m.

o Tanaman yang paling mudah ditemukan dalam berbagai ketinggian dan efektif sebagai screen barrier adalah tanaman bambu.

o Zona peletakkan bambu utama adalah selebar daun jendela untuk fasade menghadap Barat dan Timur.

o Zona peletakkan bambu pada bukaan dinding fasade Utara adalah Zona A ( selebar jendela ) ditambah zona B dan C ( sisi samping ).

( Peletakkan zona dan analisis hasil simulasi dapat dilihat pada analisis).

V.2. REKOMENDASI

Berdasarkan hasil pengamatan simulasi peletakkan bambu sebagai green barrier pada bukaan dinding, maka rekomendasi yang disampaikan adalah bahwa peran lansekap menjadi pertimbangan dalam penetapan standardisasi untuk konsep rumah hemat energi, secara detail sebagai berikut :

o Tinggi efektif tanaman bambu sebagai green barrier untuk mengurangi sinar matahari masuk kedalam ruangan adalah 3 – 3,25 m.

o Dengan arah orientasi matahari ke Barat dan Timur, zona peletakkan tanaman bambu yang efektif adalah zona A (selebar bukaan dinding).

o Dengan arah orientasi matahari ke Utara, maka zona peletakkan tanaman bambu efektif adalah di semua zona (A, B dan C ).

o Dengan arah orientasi matahari ke Selatan, maka zona peletakkan tanaman yang efektif adalah di zona B dan C.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih saya sampaikan pada DR.Ir.Eddy Prianto, CES,DEA, ketua Cluster Eco-Tropical Home FT Undip khususnya – devisi Laboratorium Teknologi Bangunan Jurusan Arsitektur yang telah memberikan bimbingan hingga selesai dan mendukung dalam Lomba Makalah Tulis Imiah Bidang Standarisasi tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Undip. Serta rekan-rekan Mohammad Akbar Fadhil, Gian Adhi, Ali Mustopa dan Arie Budi dalam membantu pelaksanaan survay dilapangan.

DAFTAR PUSTAKA

· Asmaningprojo, Aswito. (2000) .Diktat Kuliah Iklim dan Arsitektur Jurusan Teknik Arstektur ITB. Bandung

· Frick, Heinz dan Suskiyatno, FX. Bambang, (1998), “Dasar –dasar Arsitektur Ekologis” ,Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

· Dirgantoro, Guruh (2008), “ sinar dan cahaya”, tugas Fisika Bangunan 1 Jurusan Arsitektur UNDIP.

· Kiki, Risqi dan Agustin (2008), “Rumah Mininimalis hemat energi”, Karya Tulis Ilmiah tingkat Mahasiswa, Juara II –KTMI-PIMNAS2008. Laboratorium Tteknologi Bangunan devisi-cluster Eco-tropical Home, JAFT Undip, Semarang

· Lippsmeier, Georg, (1994), “Bangunan Tropis” (terjemahan),. Penerbit Erlangga, Jakarta.

· Prabawa, Gian Adhi (2006), “Analisa Sinar dan Pembayangan pada bukaan Jendela”, Tugas Fisika bangunan 1 Jurusan Arsitektur FT. UNDIP. Semarang

· Prabawa, Gian Adhi, Anang Marwanto, Josua B.S, Ceria A. (2008), “Sustainable Architecture yang Ramah Lingkungan pada Bangunan Rumah Tinggal”, Seminar Jurusan Arsitektur, FT. Undip, Semarang.

· Prabawa, Gian Adhi (2008), “100 alternatif disain tritisan beton hemat energi”, Karya Tulis Ilmiah, dlm rangka Indocement awards 2008. Laboratorium Tteknologi Bangunan devisi-cluster Eco-tropical Home, JAFT Undip, Semarang

· Prianto, E (2003), “Desain Jendela yang tanggap terhadap tuntutan kenyamanan penghuni”, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

· Prianto, E, (2007), “Energy Efficient Building as Manifesto of Enviromental Issue”, Seminar HOME DESIGN GOING GREEN, Hotel Ciputra, Jakarta

· Prianto, Eddy. (2007), “Rumah Tropis Hemat Energi Bentuk Kepedulian Global Warming”, Journal Riptek, Penerbit Pemerintah Kota Semarang, Semarang.

· Riyadi, A, (2007), “Pemanasan Global dan Konsep Rumah Hemat Energi”, Website: http://www.geocities.com/k_astawa/Solar_Energy.html, Terakhir diperbaharui ( Thursday, 01 November 2007 )

· Subhie, Azan (2008), “ material bambu dan fungsinya” Tugas Bahan Bangunan 1 Jurusan Arsitektur UNDIP.

· Tjahjati, Budhy. Prof. Dr. Ir. (1997), “Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota”. Gramedia, Jakarta.

· Wardhani, Putri Pramudya (2008), “ Arsitektur peduli pemanasan global” Tugas Arsitektur Lingkungan Jurusan Teknik Arsitektur UNDIP.

· Wardhani, Putri Pramudya, “ review buku BAHAN BANGUNAN” tugas Teori Arsitektur 2 Jurusan Teknik Arsitektur UNDIP.

· Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.


Azan Subhie

L2B 007 015

(085693740537)


Guruh Dirgantoro

L2B 007 030

(085640023836)


Putri PramudyaWardhani

L2B 007 060

(085691194976)